NILAI DAN NORMA KONSTITUSIONAL UUD NRI 1945 DAN KONSTITUSIONALITAS KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BAWAH UUD

 

Nilai dan norma konstitusional UUD NRI 1945 dan konstitusionalitas ketentuan perundang-undangan di bawah UUD

Definisi konstitusi:

Lord James Bryce:

“… a constitution as a frame of political society, organized through and by law, that is

to say, one which in law has stablished permanent institutions with recognized function

and definite rights (CF Strong, 1960).

 

C.F. Strong:

“…. a constitution may be said to be a collection of principles according to which the

power of the government, the rights of governed, and the relations between the two

are adjusted (1960).

 

Aristoteles:

Constitution variously as a community of interests that the citizen of a state have in

common, as the common way of lving, that a state has chosen, and as in fact the

government (Djahiri, 1971.

 

Pada bagian lain Aristoteles merumuskan:

A constitution is an organization of offices in a city, by which the method of their

distribution is fixed, the souvereign authority is determined, and the nature of the end

to be pursued---by the association and all its members is prescribed (Barker, 1988).

 

Russell F. Moore:

The oldest and most general usage is purely descriptive, the constitution of a country

consist of its governmental institutions and the rules which control their operation

(Simorangkir, 1984).

 

 

 Bolingbroke:

By constitution, we mean, whenever we speak with propriety and exactness, that

assemblage of laws, institution and customs, derived from certain fixed principles of

reason….that compose the general system, according to which the community had

agreed to be governed (Wheare,1975)

 

Chamber’s Encyclopedia Volume IV:

Constitution denotes a body of rules which regulates the government of a state or, for

that matter,of anyinstitution or organization.

 

William H.Harris:

Constitution, fundamental principles of government in a nation, either implied in its

laws, institutions, and customs or embodied in one document or in several (1975

 

Fungsi konstitusi:

1. Konstitusi berfungsi sebagai landasan kontitusionalisme. Landasan

konstitusionalisme adalah landasan berdasarkan konstitusi, baik konstitusi dalam

arti luas maupun konstitusi dalam arti sempit. Konstitusi dalam arti luas meliputi

undang-undang dasar, undang-undang organik, peraturan perundang-undangan

lain, dan konvensi. Konstitusi dalam arti sempit berupa Undang-Undang Dasar

(Astim Riyanto, 2009).

 

2. Konstitusi berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa,

sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan

demikian, diharapkan hak-hak warganegara akan lebih terlindungi. Gagasan ini

dinamakan konstitusionalisme, yang oleh Carl Joachim Friedrich dijelaskan sebagai

gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan yang

diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa

pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan

untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas

untuk memerintah (Thaib dan Hamidi, 1999).

 

 3. Konstitusi berfungsi: (a) membatasi atau mengendalikan kekuasaan penguasa agar

dalam menjalankan kekuasaannya tidak sewenang-wenang terhadap rakyatnya; (b)

memberi suatu rangka dasar hukum bagi perubahan masyarakat yang dicitacitakan

tahap berikutnya; (c) dijadikan landasan penyelenggaraan negara menurut suatu

sistem ketatanegaraan tertentu yang dijunjung tinggi oleh semua warga negaranya;

(d) menjamin hak-hak asasi warga negara.

Anda

 

Materi muatan konstitusi:

J. G. Steenbeek mengemukakan bahwa sebuah konstitusi sekurang-kurangnya

bermuatan hal-hal sebagai berikut (Soemantri, 1987):

a. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara;

b. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan yg bersifat fundamental; dan

c. Adanya pembagian dan pembatasan tugas kenegaraan yg juga bersifat

fundamental.

 

K.C. Wheare menegaskan bahwa dalam sebuah negara kesatuan yang perlu diatur

dalam konstitusi pada asasnya hanya tiga masalah pokok berikut (Soemantri, 1987):

a. Struktur umum negara, seperti pengaturan kekuasaan eksekutif, kekuasaan

legislatif, dan kekuasaan yudisial.

b. Hubungan – dalam garis besar – antara kekuasaan-kekuasaan tersebut satu

sama lain.

c. Hubungan antara kekuasaan-kekuasaan tersebut dengan rakyat atau warga

Negara.

 

A.A.H. Struycken menyatakan bahwa konstitusi dalam sebuah dokumen formal

berisikan hal-ahal sebagai berikut (Soemantri, 1987):

a. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yg lampau

98

b. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa

c. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu

sekarang maupun untuk masa yang akan datang

d. Suatu keinginan dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa

hendak dipimpin.

 

 Phillips Hood & Jackson menegaskan bahwa materi muatan konstitusi adalah

sebagai berikut (Asshiddiqie, 2002):

Suatu bentuk aturan, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan yang menentukan susunan

dan kekuasaan organ-organ negara yg mengatur hubungan-hubungan di antara

berbagai organ negara itu satu sama lain, serta hubungan organ-organ negara itu

dengan warga negara.”


Miriam Budiardjo (2003) mengemukakan bahwa setiap UUD memuat ketentuanketentuan

mengenai:

a. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif,

eksekutif dan yudikatif. (b) Hak-hak asasi manusia.

b. Prosedur mengubah UUD.

c. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD.

 

Kewajiban dan hak negara dan warga negara dalam Demokrasi yang bersumbu pada kedaulatan rakyat dan musyawarah untuk mufakat

 

A. Konsep dan Urgensi Harmoni Kewajiban dan Hak Negara dan Warga Negara

Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain mana pun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain mana pun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Kewajiban dengan demikian merupakan sesuatu yang harus dilakukan (Notonagoro, 1975).

 Pada hal ini konsep yang perlu diusung adalah menyeimbangkan dalam menuntut hak dan menunaikan kewajiban yang melekat padanya. Yang menjadi persoalan adalah rumusan aturan dasar dalam UUD NRI Tahun 1945 yang menjamin hak-hak dasar warga negara, sebagian besar tidak dibarengi dengan aturan dasar yang menuntut kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi. Padahal sejatinya dalam setiap hak melekat kewajiban, setidak-tidaknya kewajiban menghormati hak orang lain. contoh hak dan kewajiban warga negara yang bersifat timbal balik atau resiprokalitas adalah hak warga negara mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 Ayat 2, UUD 1945). Atas dasar hak ini, negara berkewajiban memberi pekerjaan dan penghidupan bagi warga negara. Untuk merealisasikan pemenuhan hak warga negara tersebut, pemerintah tiap tahun membuka lowongan pekerjaan di berbagai bidang dan memberi subsidi kepada rakyat.

 B. Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Harmoni Kewajiban dan Hak Negara dan Warga Negara

Aturan dasar ihwal kewajiban dan hak negara dan warga negara setelah Perubahan UUD NRI 1945 mengalami dinamika yang luar biasa. Berikut disajikan bentuk-bentuk perubahan aturan dasar dalam UUD NRI 1945 sebelum dan sesudah Amandemen tersebut.


 1. Aturan Dasar Ihwal Pendidikan dan Kebudayaan, Serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

 Ketentuan mengenai hak warga negara di bidang pendidikan semula diatur dalam Pasal 31 Ayat (1) UUD NRI 1945. Setelah perubahan UUD NRI 1945, ketentuannya tetap diatur dalam Pasal 31 Ayat (1) UUD NRI 1945, namun  dengan perubahan. Perhatikanlah rumusan naskah asli dan rumusan perubahannya berikut ini. Rumusan naskah asli: Pasal 31, (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Rumusan perubahan Pasal 31, (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

 

Perubahan pasal tersebut terletak pada penggantian kata tiap-tiap menjadi setiap dan kata pengajaran menjadi pendidikan. Perubahan kata tiap-tiap menjadi setiap merupakan penyesuaian terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Adapun perubahan kata pengajaran menjadi pendidikan dimaksudkan untuk memperluas hak warga negara karena pengertian pengajaran lebih sempit dibandingkan dengan pengertian pendidikan. Pendidikan adalah proses menanamkan nilai-nilai, sedangkan pengajaran adalah proses mengalihkan pengetahuan. Nilai-nilai yang ditanamkan kepada peserta didik lebih dari sekedar pengetahuan. Aspek lainnya meliputi keterampilan, nilai dan sikap. Di samping itu, proses pendidikan juga dapat berlangsung di tiga lingkungan pendidikan, yaitu di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sedang pengajaran konotasinya hanya berlangsung di sekolah (bahkan di kelas). Dengan demikian, perubahan kata pengajaran menjadi pendidikan berakibat menjadi semakin luasnya hak warga negara.


 2. Aturan Dasar Ihwal Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial

 Sebelum diubah, ketentuan ini diatur dalam Bab XIV dengan judul Kesejahteraan Sosial dan terdiri atas 2 pasal, yaitu Pasal 33 dengan 3 ayat dan Pasal 34 tanpa ayat. Setelah perubahan UUD NRI 1945, judul bab menjadi Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, terdiri atas dua pasal, yaitu Pasal 33 dengan 5 ayat dan Pasal 34 dengan 4 ayat.

 Salah satu perubahan penting untuk Pasal 33 terutama dimaksudkan untuk melengkapi aturan yang sudah diatur sebelum perubahan UUD NRI 1945, sebagai berikut:

a. Pasal 33 Ayat (1) UUD NRI 1945: menegaskan asas kekeluargaan;

b. Pasal 33 Ayat (2) UUD NRI 1945: menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara;

c. Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945: menegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dikuasai negara.

 Adapun ketentuan baru yang tercantum dalam Pasal 33 Ayat (4) UUD NRI 1945 menegaskan tentang prinsip-prinsip perekonomian nasional yangperlu dicantumkan guna melengkapi ketentuan dalam Pasal 33 Ayat (1),(2), dan (3) UUD NRI 1945

 Sebelum diubah Pasal 34 UUD NRI 1945 ditetapkan tanpa ayat. Setelah dilakukan perubahan UUD NRI 1945 maka Pasal 34 memiliki 4 ayat. Perubahan ini didasarkan pada kebutuhan meningkatkan jaminan konstitusional yang mengatur kewajiban negara di bidang kesejahteraan sosial. Adapun ketentuan mengenai kesejahteraan sosial yang jauh lebih lengkap dibandingkan dengan sebelumnya merupakan bagian dari upaya mewujudkan Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state), sehingga rakyat dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya.

 

3. Aturan Dasar Ihwal Usaha Pertahanan dan Keamanan Negara

 Semula ketentuan tentang pertahanan negara menggunakan konsep pembelaan terhadap negara [Pasal 30 Ayat (1) UUD NRI 1945]. Namun setelah perubahan UUD NRI 1945 konsep pembelaan negara dipindahkan menjadi Pasal 27 Ayat (3) dengan sedikit perubahan redaksional. Pasal 30 Ayat (2) UUD NRI 1945 menegaskan sebagai berikut: “Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan

keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai komponen utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung”. Dipilihnya sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata) dilatarbelakangi oleh pengalaman sejarah bangsa Indonesia sendiri.

 Salah satu faktor penting suksesnya revolusi kemerdekaan tahun 1945 dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang terletak pada bersatu-padunya kekuatan rakyat, kekuatan militer, dan kepolisian. Dalam perkembangannya kemudian, bersatu-padunya kekuatan itu dirumuskan dalam sebuah sistem pertahanan dan keamanan negara yang disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Dengan dasar pengalaman sejarah tersebut maka sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta tersebut dimasukkan ke dalam ketentuan UUD NRI Tahun 1945.

 

C. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Harmoni Kewajiban dan Hak Negara dan Warga Negara

UUD NRI Tahun 1945 tidak hanya memuat aturan dasar ihwal kewajiban dan hak negara melainkan juga kewajiban dan hak warga negara. Dengan demikian terdapat harmoni kewajiban dan hak negara di satu pihak dengan kewajiban dan hak warga negara di pihak lain. Untuk memahami persoalan tersebut, mari kita pergunakan pendekatan kebutuhan warga negara yang meliputi kebutuhan akan agama, pendidikan dan kebudayaan, serta pertahanan dan keamanan.

 

1. Agama

 Rakyat bangsa kita menganut berbagai agama berdasarkan kitab suci yang diyakininya. Undang-Undang Dasar merupakan dokumen hukum yang mewujudkan cita-cita bersama setiap rakyat Indonesia. Dalam hal ini cita-cita bersama untuk mewujudkan kehidupan beragama juga merupakan bagian yang diatur dalam UUD. Ketentuan mengenai agama diatur dalam UUD NRI 1945 Pasal 29.

 Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi pandangan dasar dan bersifat primer yang secara substansial menjiwai keseluruhan wawasan kenegaraan bangsa Indonesia. Itulah sebabnya Pasal 29 Ayat (1) UUD NRI 1945 menegaskan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Maknanya adalah bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa (jiwa keberagamaan) harus diwujudkan dalam kerangka kehidupan bernegara yang tersusun dalam UUD NRI 1945.

 

2. Pendidikan dan Kebudayaan

 Pendidikan dan kebudayaan merupakan dua istilah yang satu sama lain saling berkorelasi sangat erat. Pendidikan adalah salah satu bentuk upaya pembudayaan. Melalui proses, pendidikan kebudayaan bukan saja ditransformasikan dari generasi tua ke generasi muda, melainkan dikembangkan sehingga mencapai derajat tertinggi berupa peradaban.

 Dari rumusan Pasal 31 Ayat (3) UUD NRI 1945 juga terdapat konsep fungsi negara, dalam hal ini pemerintah, yakni mengusahakan dan sekaligus menyelenggarakan sistem pendidikan nasional. Jika kita menengok fungsifungsi negara (function of the state) dalam lingkup pembangunan negara (state-building) cakupannya meliputi hal-hal berikut ini.

 a. Fungsi minimal: melengkapi sarana dan prasarana umum yang memadai, seperti pertahanan dan keamanan, hukum, kesehatan, dan keadilan.

b. Fungsi madya: menangani masalah-masalah eksternalitas, seperti pendidikan, lingkungan, dan monopoli.

c. Fungsi aktivis: menetapkan kebijakan industrial dan redistribusi kekayaan.

 

Berdasarkan klasifikasi fungsi negara tersebut, penyelenggaraan pendidikan termasuk fungsi madya dari negara. Artinya, walaupun bukan merupakan pelaksanaan fungsi tertinggi dari negara, penyelenggaraan pendidikan juga sudah lebih dari hanya sekedar pelaksanaan fungsi minimal negara. Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan sangatlah penting.


 3. Pertahanan dan Keamanan

 Berdasarkan aturan dasar ihwal pertahanan dan keamanan Negara Pasal 30 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata) oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), sebagai komponen utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung. Dengan demikian tampak bahwa komponen utama dalam Sishankamrata adalah TNI dan Polri.

 Pengaturan tentang tugas pokok dan fungsi TNI dan Polri, baik dalam UUD NRI 1945 maupun dalam undang-undang terkait, diharapkan akan mampu meningkatkan profesionalisme kedua lembaga yang bergerak dalam bidang pertahanan dan keamanan negara. Pengaturan dengan undang-undang mengenai pertahanan dan keamanan negara merupakan konsekuensi logis dari prinsip yang menempatkan urusan pertahanan dan keamanan sebagai kepentingan rakyat.

No comments:

Powered by Blogger.